Skip to main content

ABORSI BUDAYA OLEH JALANGNYA ZAMAN


Oleh : Bayu Indah Pratiwi


Dinamika kehidupan dalam setiap perjalananya tidak terlepas dari koordinat zaman yang terus bergerak melesat jauh. Kemampuan membaca konsep zaman dan  beradaptasi pun tak pelak menjadi syarat untuk sebuah eksistensi zaman, sehingga kita mampu berperan menjadi actor dalam pewayangan zaman. Ketika kita tidak mampu berselancar dalam lajunya konsep zaman dan tak mampu menjawab tantangan zaman., seketika itulah eksistensi perlahan akan rapuh.

Aku, kamu, dia, mereka adalah salah satu dari bagian sistematis kehidupan kontemporer ini. Hal ini mengharuskan perlunya kesungguhan dan keseriusan dalam membaca teks zaman, dan kemudian kita juga dituntut untu mampu mewarnai dan mengarungi zamannya. Tidak hanya sebatas mampu bertahan tetapi juga bergerak untuk mengindahkan zamannya dengan segala kemampuan yang kita miliki

Namun, dewasa ini kecendrungan yang menguat adalah semakin pipihnya batas-batas, baik fisik, geografis, yang dulunya menjadi penghalang untuk berinteraksi. Hal ini disebabkan oleh terangnya sinar teknologi dan informasi yang juga membuat dunia serasa sempit, dan kemudian mencerahkan remangnya dunia, sehingga pemusatan terhadap budaya yang sifatnya global dan menggurita yaitu budaya modernisme pun menjadi tak terelakkan.
Budaya modernisme tersebut lah yang kian hari memanjakan hasrat dalam segenap dimensi baik ruang dan waktu, dan kemudian menyeret kita kedalam pusaran, hingga semakin memudarlah intisari budaya lokal akibat hujaman dari budaya ini.

Padahal budaya lokal ini merupakan sebuah dimensi yang sangat rentan, karena berperan sebagai identitas dan lencana pembeda yang dapat dijadikan potret serta jati diri setiap individu terlebih kepada anak bangsa yang juga memegang andil besar dalam eksistensi suatu zaman.

Dengan tergerusnya budaya lokal, maka semakin kaburlah identitas diri para tunas bangsa bahkan terasing dalam sosok dirinya sendiri. Ketika tarian daerah menjadi sebuah tontonan yang tabu bagi sebagian besar para pesohor muda bangsa, Saat Nyanyian daerah menjadi instrumen yang memekakkan telinga. Semua sungguh nyaris bahkan dramatis ketika hal itu benar terjadi.

Kini, begitu sulit kita menemukan pameran-pameran alat musik tradisional, sekedar memamerkan alat musik saja sudah terlihat sulit, apalagi saat kita harus memainkan alat musik tersebut. Banyak Sisi tentang sesuatu yang terlihat tidak penting tetapi itu merupakan lahan ilmu bagi anak cucu kita.

Saat bumi pertiwi ini mungkin tak lagi muda, sesaat itu pula minat untuk mencintai budya bangsa seribu kali lipat lebih tua. Budaya luar menggerogoti tulang-belulang budaya kita. Dulu marak beredar info bahkan sempat panas mennasional ketika budaya kita pernah di claim oleh Negara lain tak hanya satu bahkan telah kesekian kali. Tak hanya tarian bahkan juga pulau. Tapi harusnya para generasi muda mengucapkan terima kasih karena kenyataan itu telah membangunkan kita dari terlelapnya tidur panjang untuk bisa sedikit saja menghargai bangsa. Baru perlahan kita mulai bisa menghargai.

Namun, seiring memutarnya rotasi bumi pertiwi, awan pun berubah ke timur dan barat hingga memusat ke timur lagi, jagat menua dan Budaya lokal bangsa kita pun kembali terlelap. Bukan, bukan budaya bangsa yang tengah asyik menikmati mimpinya tapi kita. Kita anak bangsa yang belum mampu membahanakan budaya kita sendiri, apa harus bangsa lain yang mengingatkan kita untuk lebih sadar walau harus mengclaim lagi aset bangsa kita ??
Maka sudah saatnya kita pejuang bangsa, mampu meretas sebuah tameng untuk memilah percikan budaya luar tersebut. Pertahanan jiwa bangsa terhadap lajunya kosep zaman haruslah seimbang.

Kita harus bisa menjaga budaya kita untuk selalu dinamis dan lestari bahkan saat pertiwi mulai kesakitan. Kita harus bisa menyentuh kepingan diri kita untuk selalu sadar dan peka terhadap apa yang sejatinya menjadi momok yang berkamuflase seperti seorang putri yaitu budaya asing.
Dewasa ini,  kita dituntut untuk menjaga kebudayaan lokal agar tak lupus oleh masa yang begitu gemerlap. Pemahaman akan pelestarian ini juga beragam, hal ini terlihat dari bagaimana masing-masing individu menyikapi.
Getarkanlah setiap kesadaran kita bahwa kita harus lebih membudayakan budaya bangsa sendiri dibanding budaya asing yang acap kali tidak sesuai dengan leluhur ketimuran bangsa indonesia.
Kita tidak bisa merubah kehidupan. Akan tetapi, kita bisa merubah diri bagaimana mesti melihat dan menempatkan kehidupan.




Comments

Popular posts from this blog

With Nona Papua (Kak Vio Fatubun) :*

Puisi Harapan

Seberkas Cahaya Oleh : Bayu Indah Pratiwi Arakan mega tergerai dibatas senja Menyiratkan warna emas nan manja Dalam sujud penuh iba ku menghamba Agar kasih ini berlabuh kepadanya Ku untai aksara mesra tentangnya Mengalun merdu penuh bahagia Aku hanya mampu mengadu pada pemilik cinta Berharap Khalik satukan kita Tirai asa dan cita ku patrikan Mengurai mimpi menjadi nyata Menyulap sepi menjadi riuh tawa Membingkai harapan penuh do'a Agustus 2015 akad terucap dalam khidmat Linangan haru mengalir sesaat Dalam renda cinta yang teramat Dalam bulir kasih yang tersemat Kisah ini anugerah untukku Menyisakan bahagia yang tak lekang oleh waktu Berjelaga dalam hidup yang berliku Menggapai harap di barisan sajakku Kini, izinkan aku menemani hari mu Mengubah gulana menjadi Renjana Memintal intensi hingga tutup usia Merajut harap bercita jannah Wahai Rabb, izinkan aku mencinta Mendamba hasrat halal nan sakinah Beriringan menapaki denyut kehidupan Bersa...

Jurnal 1 Bunda Shalihah "IDENTIFIKASI MASALAH"

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Bismillah, Masya Allah Tabarakallah rasanya sudah lama tidak menyambangi blog yang berisi perjalanan perkuliahan di Institut Ibu Profesional. Atas izin Allah saat ini saya memasuki perkuliahan baru di Kampus Ibu Pembaharu yakni jenjang Bunda Shalihah. Sebelumnya, ucapan terima kasih tak terhingga kepada Pak Suami yang telah memberikan ridhonya untuk saya bisa kembali belajar dan bertumbuh di IP. Perjalanan selama enam bulan kedepan dimulai dengan langkah semangat dan sorot mata menantang (akan banyak polisi tidur, batu kerikil dan hujan badai pastinya) tapi yakin, diri ini pasti mampu.  Setelah menyimak highlight materi dari bu Dekan, saya bergegas ke perpustakaan kampus kemudian sembari selonjoran dan mengambil nafas dalam saya mulai membaca dan memahami materi pertama perkuliahan yaitu : Identifikasi Masalah.  Mengutip dari Wikipedia,  Masalah    didefinisikan sebagai suatu pernyataan tentang keadaan yang belum ses...